Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah
gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak
dengan pria. Menurut Kamus Lengkap Sosiologi, Feminisme diartikan sebagai suatu
gerakan sosial yang bertujuan untuk memajukan secara politis dan ekonomis kaum
wanita; dalam pengertian khusus pemilikan suatu sifat kewanitaan yang agak
menonjol.
Sejarah Feminisme
Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan
dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu
dan Marquis de Condorcet. Posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki
dalam realitas sosialnya Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas,
menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan
pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan.
Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri
masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan
(feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum
laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik
khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki dalam masyarakat
tradisional yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di
depan, di luar rumah, sementara kaum perempuan di dalam rumah.
Aliran – aliran Feminisme
1.
Feminisme
liberal
Adalah
pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan
individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada
rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia
menurut mereka memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional,
begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada
perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri.
Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam
kerangka "persaingan bebas" dan memiliki kedudukan setara dengan
lelaki.
2.Feminisme radikal
Muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana
aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Aliran
ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat
sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh
kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara
lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme),
seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The
personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau
permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu
untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda)
banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya
membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang
Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
1.
Feminisme
post modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide
yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara
berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan
pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna
identitas atau struktur sosial.
Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme
lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat
sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah
sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
2.
Feminisme
Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam
kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari
eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan
menjadi landasan aliran ini-status perempuan jatuh karena adanya konsep
kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran
(exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai
konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan
direduksi menjadi bagian dari property.
3.
Feminisme
sosialis
Sebuah paham yang berpendapat "Tak Ada
Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa
Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem
pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan
pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu
masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap
feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum
kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik
kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme
sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan
perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan
sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga
setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan
itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.
4.
Feminisme
postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan
universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara
dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang
dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat
karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami
penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi
fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik
fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat.
Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women:
The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang
didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh
institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”
5.
Feminisme
Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah
negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic
yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktek-praktek
yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman
dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi
melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar